Kekurangjelasan peran dan tanggungjawab antara peneliti berlatar belakang ilmu ekonomi (pertanian) dengan sosiologi di PSE, telah menyebabkan hasil penelitian kurang optimal. Untuk itu, perlu ditumbuhkan sikap seluruh peneliti untuk menyadari dan menerima “perbedaan” antara kedua bidang tersebut. Tulisan berikut ingin memberikan pembenaran kenapa antara ekonomi dan sosiologi perlu dipadukan, dan bagaimana pula memadukannya.
Bahwa faktor-faktor ekonomi, politik, dan budaya
amat sulit dipilah, digambarkan dengan baik oleh pengalaman teori dan praktek.
Sajogyo, pensiunan Gurubesar sosiologi perdesaan IPB, pada rekfleksi kariernya
bulan Desember 2003, menuturkan kembali pertukaran pikirannya dengan David
Penny (alm), ekonom pertanian dari Australia, sebagai berikut:
Jika
Anda ingin mengerti perekonomian negeri kami, kajilah kebudayaan
dan sistem politik kami; jika ingin memahami kebudayaan dan
sistem politik kami, kajilah perekonomian kami
(Sajogyo, 2003:1).
Dari pernyataan ini tidak diragukan bahwa pengajaran
ilmu ekonomi sebagai monodisiplin tidak mampu menjadikan siswa memahami
apalagi memecahkan masalah-masalah kongkrit yang dihadapi masyarakat-bangsa Indonesia .
Dengan perkataan lain ilmu ekonomi hanya akan efektif sebagai pisau analisis
jika digunakan bersama ilmu-ilmu sosial lain termasuk dan terutama ilmu politik,
ilmu budaya, dan etika.
Dulu Ekonomi dan Sosiologi Menyatu
q Sesungguhnya
ilmu ekonomi dan sosiologi dulu menyatu dan juga berkembang secara bersamaan,
karena ilmu ekonomi adalah bagian dari dunia sosial (Granvetter dan Swedberg,
1992). Berbagai tokoh, seperti Max Weber dan Karl Max misalnya, diaku sekaligus
sebagai ekonom dan juga sosiolog.q Adam Smith dalam bukunya “Wealth of Nation”, mengatakan bahwa tak ada bentuk yang berbeda antara topik ekonomi dan sosial. Sementara itu Max Weber yang dikenal sebagai tokoh sosiologi adalah juga pendiri ilmu economic sociology, selain August Comte dan Durkheim. Weber menjadikan ekonomi sebagai interest utamanya, sebagaimana ia lakukan dalam analisis misalnya kajian hubungan industrial. Tulisan Weber yang penting dalam hal ini terlihat dalam buku “Economic and Society” dan “General Economic History”.
q Sosiologi memiliki minat lebih luas dari sekedar ekonomi (bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya secara materi). Namun, di PSE, yang dibutuhkan secara lebih banyak adalah penelitian sosiologi tentang ekonomi. Yaitu, bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya dilihat dari konteks sebagai makhluk sosial yang multi dimensi. Artinya, sosiologi melihat manusia sekaligus dalam dimensi sosial, budaya, politik, dan ekonomi.
q Ilmu
ekonomi dan sosiologi sepakat, bahwa perilaku ekonomi adalah suatu tipe
perilaku dengan memilih alat yang terbatas dengan berbagai alternatif
penggunaan. Menurut Damsar (1996),
sosiologi ekonomi memperhatikan tindakan
ekonomi sejauh ia mempunyai dimensi sosial dan selalu melibatkan makna serta
berhubungan dengan kekuasaan. Sementara menurut Schumpeter, bahwa sosiologi
ekonomi berkaitan dengan konteks institusional dari ekonomi.
q Selama
ini telah berbagai strategi dimunculkan untuk memperpadukan ilmu ekonomi dan
sosiologi, yaitu aliran-aliran Rational Choice Sociology, New Economic
Sociology, Socio-Economics, Psycho-Socio-Anttropo-Economics (=PSA-Economics),
dan Transaction Cost Economics. Melalui New Institutional Economics ekonomi
melihat ke dalam aspek institusi dan mencoba untuk mengintegrasikan institusi
ke dalam analisis mereka. Melalui inilah tercipta ruang bagi dialog antara para
ahli imu ekonomi dan sosiologi.
Kenapa
Harus Menyatu?
q Sosiologi
perlu dilakukan secara bersamaan dengan ekonomi, karena (Granvetter dan
Swedberg, 1992): 1. Economic action is a form of social action (perilaku ekonomi merupakan bentuk dari perilaku sosial),
2. Economic action is a socially situated (terjadi dalam situasi sosial), dan
3. Economic institution are social construction (kelembagaan ekonomi terkontruksi secara sosial).
q Untuk
PSEKP, ekonomi dan sosiologi sebaiknya dipadukan dengan beberapa alasan di
antaranya adalah:
1. Secara
mandat, PSE diharuskan melakukan kajian sosial-ekonomi. Secara keorganisasian,
staf PSE terdiri atas peneliti berlatarbelakang ekonomi (pertanian) dan
sosiologi (pedesaan). 2. Dengan memadukan, maka akan diperoleh pemahaman yang lebih lengkap, terutama penelitian di aras mikro dan meso. Berbagai penelitian yang hanya dengan pendekatan ekonomi selama ini dikeluhkan tidak mampu memahami dan memberi solusi yang implikatif dan memuaskan.
3. Banyak perilaku ekonomi masayarkaat yang tidak terjawab secara memuaskan, terutama dalam hal kelembagaan pertanian di pedesaan. Misalnya adalah naiknya harga-harga menjelang hari raya padahal bukan karena faktor supply, juga berfluktuasinya harga di tingkat produsen untuk komoditas karet dan lada padahal di hilir tidak demikian.
Sosiologi
yang Mana?
q Kata
“sosial” saat ini setidaknya diberi dua makna yang saling berseberangan. Pertama, sosial dalam konteks ilmu
sosial, yaitu seluruh ilmu yang mempelajari interaksi antar manusia, termasuk
ilmu politik, antropologi, psikologi sosial, sosiologi, dan ekonomi. Kedua, adalah sesuatu yang “anti
ekonomi”, yaitu segala perbuatan yang tidak dimaksudkan untuk mencari untung
dan memupuk kekayaan, sebagaimana melekat pada kata “berjiwa sosial”, “Panti
Sosial”, dan “Departemen Sosial”. Banyak orang mencampuradukkan kedua kata ini,
sehingga sosiologi sebagai salah satu bentuk ilmu sosial dianggap sebagai ilmu
yang anti ekonomi, anti kemajuan, dan anti kemodernan.q Dari begitu luas bidang kajian sosiologi, maka yang dibutuhkan di PSE adalah cabang sosiologi yang mempelajari perilaku ekonomi masyarakat. Atau lebih kurang adalah apa yang disebut dengan SOSIOLOGI EKONOMI. Yaitu, ilmu sosiologi yang membantu menjelaskan perilaku ekonomi, bagaimana agar ekonomi desa bersaing, bagaimana mencapai kesejahteraan, dan lain-lain.
q Untuk menjelaskan itu semua, sosiologi memandang manusia sebagai makhluk yang multidimensi dan dihargai secara utuh. Manusia tidak hanya memiliki motivasi ekonomi (untung, efisien, kaya), namun memiliki dimensi-dimensi lain bahwa manusia juga punya motivasi, jiwa, orientasi hidup, etika, estetika, dunia batiniah, harga diri, hubungan transedental dengan Tuhan, dan lain-lain. Sosiologi ingin melihat bagaimana seluruh faktor ini mempengaruhi sikap dan perilaku ekonominya.
q Maka menurut levelnya, bidang-bidang sosiologi yang relevan diterapkan adalah sosiologi mikro, sosiologi keluarga, sosiologi kelompok; bukan sosiologi makro dengan grand theories-nya. Maka aspek yang akan dilihat adalah masalah tata nilai, norma sosial, kepemimpinan, keberadaan kelompok-keleompok sosial, kelas sosial, perubahan sosial, struktur sosial, kewirausahaan, jaringan sosial, dan lain-lain.
q Jadi, sosiologi yang diperlukan di PSE adalah “sosiologi kontemporer” dibandingkan “sosiologi klasik”. Lebih kepada “sosiologi terapan” dibandingkan “sosiologi teoritis”. Juga akan menerapkan bentuk-bentuk baru penerapan ilmu sosiologi dalam konsep-konsep pembangunan yang misalnya dikembangkan dalam konsep community development, capacity building, pembangunan berdimensi kerakyatan, pembangunan berkelanjutan, empowerment, dan lain-lain.
Bentuk
Tim Penelitian
q Memadukan
penelitian ekonomi dan sosiologi, berbeda dengan memadukan penelitian kuantitatif
dan kualitatif. Namun, khusus untuk PSE, pemaduan penelitian ekonomi yang
kuantitatif dengan penelitian sosiologi yang kualitatif merupakan kombinasi
yang paling baik. Penelitian kualitatif dapat melengkapi kelemahan penelitian
ekonomi yang cenderung deduktif.
q Upaya
untuk mengintegrasikan penelitian kuantitatif dan kualitatif, pada pokoknya
berpayung kepada prinsip triangulation. Kombinasi kuantitatif dan kualitatif
dapat terjadi pada semua tahap, mulai dari metode, paradigma, hipotesa,
pengambilan data, analisa data, sampai kepada penulisan hasil penelitian. Ada 5 tujuan yang dapat
dicapai dengan mengintegrasikan penelitian kuantitatif dan kualitatif menurut
Creswell (1994), yaitu: untuk mendapatkan hasil yang konvergen, bersifat saling
melengkapi (complementary), saling
mengembangkan (developmentally)
karena metode kuantitatif dapat membantu metode kualitatif dan sebaliknya,
bersifat inisiasi, serta sekaligus
merupakan ekspansi karena meluaskan scope
studi.
q Selanjutnya
menurut Creswell, ada tiga model kombinasi yang dapat dipilih dalam
pengintegrasian ini, yang menunjukkan tingkat integrasi yang semakin kuat.
1. Desain
2 tahap. Tahap penelitian kuantitatif dilakukan secara terpisah dengan
tahap penelitian kualitatif. Hal ini memiliki keuntungan, dimana dua paradigma
yang berbeda dapat berjalan bersama, namun kerugiannya pembaca laporan menjadi
bingung.
2. Desain
dominant-subordinant. Disini salah satu harus mengalah, misalnya rancangan
kuantitatif lebih dominan dan kualitatif tidak. Desain ini sering dipakai di
PSE. Dalam pelaksanaannya, para peneliti yang berlatar belakang ekonomi
menerapkan bentuk penelitian ekonomi-kuantitatif yang menggunakan metode
eksperimen dengan testing korelasi variabel,
sedangkan interview sosiologi-kualitatif dilakukan secara minor.
Keuntungan dari desain ini adalah paradigma yang digunakan tetap dapat
konsisten meskipun si peneliti kualitatif akan merasa kurang puas.
3. Desain
metodologi campuran. Ini yang paling terkombinasi dibanding dua desain
sebelumnya. Pencampuran ini sudah terjadi mulai dari paradigma yang digunakan,
review literatur, teori-teori yang dipakai, serta tujuan dan pertanyaan
penelitian sampai kepada analisis data dan penulisan laporan. Artinya disini
dilakukan metode pencampuran deduktif (kuantitatif) dan induktif (kualitatif)
sekaligus.
q Sosiolog
dapat masuk ke bidang ekonomi, misalnya ke jantungnya ekonomi yaitu pasar.
Sosiologi dapat menggunakan pendekatan jaringan sosial untuk memahami pasar.
Perbedaan
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
q Kata
“kualitatif” menunjuk terjadinya penekanan kepada proses dan makna yang tidak
diperoleh dengen menguji atau mengukur
secara jumlah (quantity),
intensitas, ataupun frekwensi[i].
Penelitian kualitatif menuntut hubungan dua arah sebagai hubungan
subyek-suibyek (intersubyektifitas), dan data-data yang bersifat gayut nilai.
Jadi, penelitian kualitatif tidak semata-mata mengutamakan hubungan kausal
antar varaibel, namun lebih berfokus kepada proses. Dengan semangat induktif,
maka kebenaran ilmiah adalah hasil kesepakatan antara peneliti dan pihak yang
diteliti (tineliti).
q Penelitian
kualitatif berbeda secara diametral dengan penelitian kuantitatif dalam segala
aspek-aspeknya. Sifat-sifat penelitian kualitatif adalah induktif,
naturalistik, subyektif, holistik, humanistik, aposteriori, fleksibel, dan
validitas. Sedangkan penelitian kuantitatif bersifat deduktif, manipulatif,
obyektif, reduktif, mekanistik, apriori, baku ,
dan reliabilitas. Prinsip validitas dalam penelitian kualitatif misalnya adalah
suatu kesahihan yang diukur dari kesesuaian antara yang dikatakan dan diperbuat
tineliti, bukan dari korelasi statistik yang kuat antar variabel belaka yang
dapat saja karena kebetulan.
q Karena
tuntutan etikanya, penelitian kualitatif cenderung beraras mikro, namun
mendalam, terperinci, dan kaya. Dalam konteks itu, penelitian kualitatif tidak
berpretensi pada keterwakilan. Karena itu, studi kasus adalah pilihan yang
tepat dengan segala kebutuhannya. Untuk dapat membuat “generalisasi” maka dapat
dilakukan studi kasus multi lokasi.
q Penelitian
kualitatif menggunakan pendekatan yang
sangat berbeda, mulai dari rancangan penelitian sampai dengan penulisan
laporan.[ii]
Rancangan penelitian kualitatif bersifat retropektif dan luwes sehingga terbuka terhadap perubahan
di lapangan. Walaupun terbuka terhadap perubahan namun mesti memiliki arah yang
jelas. Sampel dapat purposif, karena yang penting adalah keterwakilan aspek
permasalahan.
q Berbeda
dengan penelitian kuantitatif, ia dapat hanya menggunakan hipotesa pengarah
yang menghubungkan antar dua konsep, bukan hipotesa uji yang menghubungkan dua
variabel secara kuantitatif. Beberapa strategi penelitian kualitatif yang
mungkin untuk penelitian kelembagaan misalnya studi kasus dan studi historik. Penelitian studi kasus
menerapkan beragam metode misalnya dengan menerapkan metode wawancara,
pengamatan, dan analisis dokumen (prinsip triangulasi). Studi kasus merupakan
satu strategi dalam penelitian kualitatif. Ia dapat dipilih bila pokok
pertanyaan berkenaan dengan bagaimana (how) dan mengapa (why), bila peneliti
hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan
diselidiki, dan bilamana fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer
dalam konteks kehidupan nyata[iii].
q Penelitian
kualitatif juga dapat berbentuk studi historik dengan melakukan penafsiran
dokumen-dokumen tentang masa lampau, maupun wawancara untuk me-recall ingatan pelaku maupun informan.
Studi historik merupakan bentuk penelitian yang penting, karena berdasarkan
asumsi bahwa gejala sosial harus dipelajari dalam konteks historisnya.
q Dalam
pengumpulan data dapat mengetengahkan data secara deskriptif terhdap
gejala-gejala yang dihadapi dalam konteksnya yang alami (natura setting)[iv].
Data dapat diperoleh dengan pendekatan intersubjektivitas melalui hubungan
partisipatif.
q Menurut
John Lofland (dalam Sitorus, 1998) dalam pengumpulan data kualitatif perlu
diperhatikan empat hal berikut: (1) peneliti kualitatif harus cukup dekat dengan orang-orang dan
situasi yang diteliti, sehingga dimungkinkan pemahaman mendalam dan rinci
tentang apa yang sedang berlangsung; (2) peneliti kualitatif harus berupaya
menangkap apa yang secara aktual terjadi dan diakatakan orang; (3) data
kualitatif terdiri dari sekumpulan besar uraian murni mengenai berbagai orang,
kegiatan, dan interaksi sosial, dan; (4) data kualitatif terdiri dari kutipan
langsung dari berbagai orang, yaitu dari apa yang mereka katakan dan tulis.
Untuk saling menutupi kekurangan satu metode maka lazim digunakan prinsip
triangulasi, baik triangulasi data, triangulasi peneliti, triangulasi teori,
dan triangulasi metodologi.
q Dalam
pengumpulan data harus menggunakan catatan harian, yang berfungsi sama dengan
kuesioner dalam penelitian kuantitatif. Catatan harian memiliki fungsi yang
sangat pokok. Biasanya terdiri dari topik, nara sumber, waktu dan tempat wawancara, dan
isi yang terbagi menjadi bagian deskriptif dan bagian reflektif.
q Dalam
pengolahan data, menurut Miles dan
Huberman (1992), ada tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data.
Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung. Kegiatannya
adalah meringkas hasil wawancara (data), mengkode, menelusuri tema, membuat
gugus-gugus, membuat pratisi, dan menulis memo. Artinya disini dilakukan
pengorganisasian data melalui penajaman dan penggolongan data, untuk
mengarahkan ke tujuan penelitian.
q Selanjutnya,
penyajian data adalah bagaimana menyusun data sedemikian rupa sehingga
memudahkan dalam penarikan kesimpulan. Penyajian dapat dilakukan dengan bentuk
teks naratif, matriks, grafik, serta jaringan dan bagan.
q Terakhir,
penarikan kesimpulan diperoleh setelah sebelumnya si peneliti mencari arti
benda-benda, mencatat keteraturan pola-pola, penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Proses
penarikan kesimpulan telah dimulai secara kasar semenjak penelitian dimulai,
dengan terus menerus memikir ulang selama penulisan, meninjau ulang catatan
lapang, tukar pikiran dengan teman sejawat dan juga tineliti. Uraian dapat
dilakukan secara prosesual dengan saling menghubungkan antar kejadian sosial.
q Satu
hal yang juga khas dalam penelitian kualitatif adalah pada penulisan laporan.
Proses penulisan laporan sudah dimulai semenjak di lapangan sampai akhir
penelitian. Karena itulah penelitian kualitatif memerlukan waktu lebih lama di
lapangan, untuk melakukan verifikasi serta memperoleh “kesepakatan”
intersubyektif dengan tineliti. Dengan itu, akan dimungkinkan untuk melihat
lobang-lobang dalam laporannya. Jika penelitian bergabung dengan penelitian
kuantitatif, maka setelah data kuantitatif diolah akan dapat menjadi bahan
diskusi dengan kesimpulan-kesimpulan yang sudah sudah dibuat dari data
kualitatif.
q Jelaslah
bahwa memadukan penelitian ekonomi dan sosilogi dalam penelitian kelembagaan
dan organisasi pertanian adalah salah satu strategi yang cukup beralasan.
Meskipun tidak menutup kemungkinan, penelitian dengan hanya pendekatan ilmu
sosiologi juga dapat dilakukan untuk melakukan kajian kelembagaan.
q Disamping
itu, peneliti yang berlatar belakang sosiologi, dapat pula menggunakan bentuk
penelitian kualitatif baik dalam posisi pelengkap dalam penelitian yang lebih
bersifat ekonomi maupun dalam penelitian tersendiri. Artinya ia dapat tugas
khusus, mulai dari pencantuman bagian materinya dalam proposal, menggunakan
catatan harian sebagai pengganti kuesioner, dan menulis laporan secara
bersama-sama untuk memperkuat analisa kuantitatif. Namun untuk tim peneliti
yang khusus peneliti sosiologi, maka dapat merancang proposal secara khusus,
melakukan kegiatan lapang, serta menulis laporan dengan prinsip-prinsip
penelitian kualitatif secara penuh.
q Meskipun
demikian, penelitian kelembagaan tidak selalu harus menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif, karena dapat juga menggunakan metode sosiologi
kuantitatif (berkembang di AS).
Memadukan Pendekatan Ekonomi-Kuantitaif dan Sosioolgi
Kualitatif dalam Penelitian Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian
Ekonomi
|
Sosiologi
|
1. Mempelajari perilaku benda untuk memprediksi perilaku
manusia
|
1. Mempelejari perilaku manusia yang diikat oleh
benda-benda (=komoditas pertanian)
|
2. Objek terbatas namun dalam
|
2. Objek luas namun dangkal.
|
3. Mengutamakan kehandalan informasi dengan sampel yang
memadai
|
3. Mengandalkan kepada kualitas informasi, meskipun
dengan data n terbatas.
|
4. Mencari hubungan-hubungan dan memprediksi apa yang
akan terjadi.
|
4. Memahami dan menjelaskan tanpa pretensi untuk
memprediksi
|
5. Rancangan penelitian bersifat deduktif dan tertutup.
Variabel dan indikator sudah bisa ditebak dari awal, dan cenderung tidak
berubah. Tidak ada variabel baru yang akan diambil di lapangan.
|
5. Rancangan penelitian bersifat induktif dan terbuka.
Peneliti belum tahu persis akan menemukan apa. Variabel baru, indikator baru
dapat dipakai jika dirasa perlu.
|
6. Pemilihan sampel telah ditetapkan sejal awal, jumlah
dan jenisnya
|
6. Rencana sampel awal masih dapat berubah. Yang penting
adalah pengetahuan dan kemampuan responden memberikan informasi yang relevan.
|
7. Data kuantitatif merupakan andalan pokok. Semakin
banyak jawaban semakin kuat.
|
7. Data kuantitatif merupakan titik masuk untuk menggali
data kualitatif sebagai andalan. Jawaban yang kuat tidak harus banyak kasus.
|
8. Rasio matematis
|
8. Rasio dengan menonjolkan kualitas fakta, meskipun
hanya 1-2 kejadian
|
9. Pengolahan data dan penulisan laporan dilakukan
belakangan.
|
9. Data diolah mulai dari lapangan, termasuk menulis
laporan penelitian.
|
Objek Perhatian Peneliti Ekonomi dan Sosiologi dalam
Penelitian Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian (=Kelembagaan Pemasaran)
q Studi
kelembagaan melihat tata aturan yang hidup, yang analisis ekonomi dapat
mengukurnya apakah itu ekonomis, atau bagaimana ia menjadi lebih eknomis. Jadi
sesungguhnya penelitian ekonomi dan sosiologi kelembagaan saling melengkapi
kekurangannya masing-masing. Dengan memadukan penelitian kuantitatif dalam
bidang ekonomi dan kualitatif untuk sosiologi, dimana beberapa variabel
didalami secara kuantitatif dan variabel lain dieksplorasi secara kualitatif,
maka banyak keuntungan yang akan diperoleh.
q Dari
sisi sudut pandang ekonomi, fungsi utama kelembagaan adalah agar tercapai
efisiensi dalam bertindak. Menurut Bromley, kelembagaan “…… persist us to carry on our daily lives with a minimum of repetition
and costly negotiation”[v].
Suatu tindakan menjadi ekonomis, karena telah ada pedoman dalam bertindak (prdictable). Pelaku ekonomi tak akan
bertindak secara acak, namun mengikuti pola yang sudah disepakati. Itulah
gunanya kelembagaan yang salah satu fungsinya
adalah pedoman bertindak bagi anggota-anggotanya.
q Dapat
dikatakan, bahwa pada “studi kelembagaan” -lah terjadi integrasi antara
sosiologi dan ekonomi. Studi kelembagaan memenuhi syarat untuk itu karena kelembagaan
bersifat muti aras. Karena itu, studi kelembagaan bersifat multi disiplin dan
multi metodologi. Sifat muti disiplin adalah karena ia dapat menjadi pertemuan
para ekonom dan sosiolog, sementara sifat multi metodologinya adalah karena
penelitiannya bisa dilakukan dengan metode survey untuk penelitian ekonomi
serta observasi berperan (participatory
observation), serta studi dokumen yang biasa digunakan dalam
penelitian-penelitian sosiologi.
q Penelitian
ekonomi mempelajari gejala kelembagaan, sedangkan sosiologi mempelajari
penyebab timbulnya gejala tersebut.
q
Berbagai hal
yang dipelajari oleh peneliti berlatar belakang ekonomi biasanya adalah:
1. Struktur pasar, sistem pasar, dan keterpaduan pasar.
2. Demand, elastisitas demand, dan estimasi demand.
3. Suplai, elastisitas suplai, dan market supply.
4. Harga, struktur harga, analisis harga.
5. Margin pemasaran, biaya pemasasran, efisiensi
pemasaran, resiko pemasaran, dan strategi pemasaran.
6. Standarisasi dan grading.
q Objek penelitian sosiologi
adalah manusia dan perilakunya. Sosiologi bertolak dari premis dasar bahwa
manusia memiliki nilai, norma, sikap, kesenangan, kebutuhan yang beragam,
perasaan, sentimen, etika, estetika, aspek religi, dan lain-lain. Artinya,
seorang pedagang tidak semata-mata hanya mempertimbangkan efisiensi dan keuntungan
saja dalam berinteraksi.
q Karena itu, maka bidang
sosiologi, khususnya kelembagaan pemasaran,
dapat menggali hal-hal berikut. Kelembagaan akan sampai kepada dua
aspek, yaitu aspek kelembagaan (nilai, norma, aturan, kesepakatan) dan aspek
keorganisasian (struktur, peran).
Berkaitan dengan tata nilai.
- Bagaimana seluruh
pelaku (petani dan pedagang) memaknai hidupnya? Apakah mereka bertanam
sayur dan berdagang karena terpaksa? Apa pekerjaan yang sesungguhnya
mereka inginkan? (Pertanyaan ini penting untuk melihat misalnya level
kewirausahaan dan potensi untuk berkembang di masa depan. Apakah mungkin
mereka link dengan pola
pemasaran modern dan ekspor misalnya?)
- Apakah pekerjaan
berdagang dianggap jalan hidup yang baik? (Di Jawa dulu berdagang dianggap
pekerjaan rendah)
- Apakah mereka dapat
menemukan keselarasan antara pekerjaan yang ditekuni dengan nilai-nilai
religius dari agama yang mereka anut?
- Bagaimana mereka
memaknai ekonomi desanya? Apakah kemajuan ekonomi dilihat dalam konteks untuk
menuju ekonomi desa yang beraing dan mandiri? Adakah tujuan yang lebih
hakiki dari kemajuan ekonomi itu sendiri? Apakah kemajuan ekonomi
merupakan alat atau tujuan akhir?
- Bagaimana sikap mereka
terhadap alam dan segala sumberdaya yang dimiliki dan dianugerahi
kepadanya? Apakah semata-mata hanya alat ekonomi? Apakah perlu dijaga?
Bagaimana dengan tanah: apakah tanah semata-mata hanya direduksi menjadi
komoditas ekonomi? (Sikap yang mudah melepaskan tanah untuk memperoleh
modal telah menyebabkan petani kehilangan tanahnya dan dimiliki oleh
pedagang yang punya uang. Akibatnya mereka tergantung kepada pedagang
selamanya).
- Bagaimana konsep mereka
tentang “kerja”? (Hal ini akan berimplikasi kepada bagaimana etos kerja
yang dikembangkan).
Berkaitan dengan sistem norma.
1.
Bagaimana norma yang dijalankan, apakah murni berdasar
pertimbangan efisiensi dan keuntungan? Apa yang disebut dengan “keuntungan yang
layak” dalam penentuan harga dari seorang pedagang?
2.
Tentang solidaritas. Bagaimana pedagang memandang
petani? Apakah sebagai manusia impersonal sebagai pemasok belaka, sebagai asset
yang harus dijaga eksistensinya, ataukah dipandang sebagai manusia yang
sederajat?
3.
Bagaimana sentimen keluarga, etnis, atau se daereah
asal dalam berinteraksi? Apakah ini dipertimbangkan dalam berdagang?
4.
Dengan pedagang selevel. Apakah pedagang slevel hanya
dilihat semata-mata sebagai saingan? Adakah sikap saling membantu?
5.
Dengan pedagang vertikal. Bagaimana menjaga hubungan antara pedagang
pengumpul desa dengan pedagang pengumpul besar? Adakah hubungan hutang piutang?
Berapa lama dan berapa besar hutang masih dianggap wajar? Bagaimana jika tidak
membayar dalam tempo yang seharusnya?
6.
Tentang reward dan punishment.
Tiap kelembagaan selalu memiliki ini. Apa bentuk terimakasih yang diberikan
atau perlakuan-perlakuan berbeda yang ditunjukkan jika rekan dagang telah
melakukan sesuai kesepakatan? Dan sebaliknya?
7.
Tentang harga. Bagaimana harga ditentukan? Apakah
semata-mata didasarkan kepada harga pasar, atau ada sentimen lain? Apakah harga
untuk langganan berbeda?
8.
Tentang konflik. Apakah konflik sering terjadi?
Bagaimana bentuknya, antara siapa? Bagaimana solusi yang digunakan?
Berkaitan dengan keorganisasian.
1.
Rantai tata niaga baru menggambarkan aliran barang.
Bagaimana rantai tersebut terbentuk secara historik? Kenapa rantainya mesti
panjang atau pendek? Adakah sentimen-sentimen non-pasar yang mempengaruhi
terbentuknya?
2.
Bagaimana stuktur kekuasaan? Dari seluruh level, dimana
kekuasaan berpusat? Di hulu, di tengah, atau di hilir?
3.
Bagaimana struktur modal? Apakah modal yang besar
selalu merepresentasikan kekuasaaan yang besar? Apakah aliran permodalan dapat
menggambarkan faktor-faktor kohensi sosial?
4.
Bagaimana posisi petani dan pedagang terhadap
pemerintah? Dan bagaimana “posisi” lokasi yang kita kaji dengan sentra produksi
dan sentra perdagangan lain?
5.
Apakah peran masing-masing dijalankan? Dapatkah mereka
bertukar peran? Bagaimana “prosedur” seseorang dapat masuk menjadi pedagang?
Artinya, apakah kelembagaan ini bersistem terbuka atau tertutup?
q Selain itu, ada data-data
penting yang harus dikumpulkan yang tidak dapat diklasifikasikan apakah
termasuk kedalam bidang ekonomi atau sosiologi, yaitu:
1. Kondisi sarana dan prasarana transportasi.
2. Informasi pasar
3. Kebijakan pemasaran
4. Keagrariaan
5. Permodalan
******